Monday, October 19, 2015
Ini Kisah Dialog KH. Muchit Muzadi dan KH. Ahmad Shiddiq Soal Pancasila
KH Abdul Muchit Muzadi memperkenalkan peran KH Ahmad Shiddiq dalam proses penerimaan Pancasila sebagai asas NU. Sebagai orang yang bertemu langsung dan diajak diskusi, ia kata demi kata masih ingat apa yang diucapkan Kiai Ahmad Shiddiq terhadap dirinya.
Ia menyampaikan hal itu pada “Lokakarya Penyusunan Naskah Akademik Pengusulan KH Ahmad Shiddiq sebagai Pahlawan Nasional” di Unej, Senin (25/5).
Menurut kiai yang akrab Mbah Muchit, ketika Presiden Soeharto "baru" berkuasa, warga NU dilanda kegelisahan. Pasalnya, ketika itu, Soeharto hampir-hampir menjadikan Pancasila sebagai agama.Merespon kegelisahan tersebut, akhirnya KH As'ad Syamsul Arifin mendatangi Soeharto. Intinya untuk mengkonfirmasi sekaligus mempertegas soal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, sedangkan agama sebagai dasar hidup kita bersama.
Kemudian, cerita Mbah Muchit, PBNU membentuk tim yang terdiri dari Kiai Ali Maksum, Kiai Mahrus Ali, Kiai As'ad Syamsul Arifin, Kiai Ahamad Shiddiq dan Kiai Masykur. Tim itu menyepakati untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar organisasi NU.
Pada saat itu, belum ada organisasi lain yang menggunakan Pancasila sebagai asas organisasi. Tim itu juga mengamanati Kiai Ahmad Shiddiq untuk membuat kajian yang terkait dengan kesepakatan tersebut.
Begitu sampai di Jember, terjadilah dialog antara Kiai Ahmad Shiddiq dan Mbah Muchit, seperti penuturannya berikut ini:
"Hit, saya dapat pekerjaan besar. Para kiai menyuruh saya untuk menulis rumusan Pancasila sebagai asas organisasi NU," tutur Kiai Ahmad Shiddiq seperti yang ditirukan Mbah Muchit.
Lalu dijawab Mbah Muchit, "Lha itu kan urusanya Kiai Ahmad. Apa hubungannya dengan saya?"
"Ya, jangan gitu lah. Biasanya kalau bikin makalah yang berat-berat, kamu membantu saya," jawab Kiai Ahmad Shiddiq lagi.
Setelah perbincangan itu, akhirnya dengan usaha keras selama dua bulan penuh, rumusan yang tebalnya 34 halaman tersebut, selesai. Dan dengan rumusan hasil kajian Kiai Ahmad Shiddiq itu, akhirnya NU bulat menerima Pancasila sebagai asas organisasi.
Selama proses penulisan, Kiai Ahamd Shiddiq berpesan kepada Mbah Muchit, "Hit, sebelum saya baca di Munas Alim Ulama NU, makalah ini tidak boleh dibaca siapa pun. Termasuk istrimu, juga tidak boleh!".
"Sami'na wa atho'na," jawab Mbah Muchit.
Lahuma al-fatikhah.....
Ia menyampaikan hal itu pada “Lokakarya Penyusunan Naskah Akademik Pengusulan KH Ahmad Shiddiq sebagai Pahlawan Nasional” di Unej, Senin (25/5).
Menurut kiai yang akrab Mbah Muchit, ketika Presiden Soeharto "baru" berkuasa, warga NU dilanda kegelisahan. Pasalnya, ketika itu, Soeharto hampir-hampir menjadikan Pancasila sebagai agama.Merespon kegelisahan tersebut, akhirnya KH As'ad Syamsul Arifin mendatangi Soeharto. Intinya untuk mengkonfirmasi sekaligus mempertegas soal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, sedangkan agama sebagai dasar hidup kita bersama.
Kemudian, cerita Mbah Muchit, PBNU membentuk tim yang terdiri dari Kiai Ali Maksum, Kiai Mahrus Ali, Kiai As'ad Syamsul Arifin, Kiai Ahamad Shiddiq dan Kiai Masykur. Tim itu menyepakati untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar organisasi NU.
Pada saat itu, belum ada organisasi lain yang menggunakan Pancasila sebagai asas organisasi. Tim itu juga mengamanati Kiai Ahmad Shiddiq untuk membuat kajian yang terkait dengan kesepakatan tersebut.
Begitu sampai di Jember, terjadilah dialog antara Kiai Ahmad Shiddiq dan Mbah Muchit, seperti penuturannya berikut ini:
"Hit, saya dapat pekerjaan besar. Para kiai menyuruh saya untuk menulis rumusan Pancasila sebagai asas organisasi NU," tutur Kiai Ahmad Shiddiq seperti yang ditirukan Mbah Muchit.
Lalu dijawab Mbah Muchit, "Lha itu kan urusanya Kiai Ahmad. Apa hubungannya dengan saya?"
"Ya, jangan gitu lah. Biasanya kalau bikin makalah yang berat-berat, kamu membantu saya," jawab Kiai Ahmad Shiddiq lagi.
Setelah perbincangan itu, akhirnya dengan usaha keras selama dua bulan penuh, rumusan yang tebalnya 34 halaman tersebut, selesai. Dan dengan rumusan hasil kajian Kiai Ahmad Shiddiq itu, akhirnya NU bulat menerima Pancasila sebagai asas organisasi.
Selama proses penulisan, Kiai Ahamd Shiddiq berpesan kepada Mbah Muchit, "Hit, sebelum saya baca di Munas Alim Ulama NU, makalah ini tidak boleh dibaca siapa pun. Termasuk istrimu, juga tidak boleh!".
"Sami'na wa atho'na," jawab Mbah Muchit.
Lahuma al-fatikhah.....
Related Posts:
Kisah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: