Saturday, January 2, 2016
Ziarah Kubur Nabi itu Haram Menurut Madzhab Hanbali, Benarkah?
Oleh: Ustaz. Hanif Luthfi, Lc Via Rumahfiqih.com
Setelah pulang dari pergi haji, ada salah seorang tetangga teman saya punya pandangan menarik. Menurutnya, ziarah kubur Nabi itu haram hukumnya, begitu juga dengan ziarah kubur ulama.
Sebagai buktinya, saat dia berhaji, para Askar (Polisi Arab Saudi) berteriak-teriak, ketika ada jamaah haji yang berhenti sejenak di depan makam Nabi, “Haram! Haram! Haram!”. Benarkah pandangan itu?
Ada beberapa point yang akan kita bahas disini.
Setelah pulang dari pergi haji, ada salah seorang tetangga teman saya punya pandangan menarik. Menurutnya, ziarah kubur Nabi itu haram hukumnya, begitu juga dengan ziarah kubur ulama.
Sebagai buktinya, saat dia berhaji, para Askar (Polisi Arab Saudi) berteriak-teriak, ketika ada jamaah haji yang berhenti sejenak di depan makam Nabi, “Haram! Haram! Haram!”. Benarkah pandangan itu?
Ada beberapa point yang akan kita bahas disini.
Pertama, benarkah bahwa setiap apa yang dilarang di dua kota suci Makkah dan Madinah saat ini, berarti diharamkan agama?
Kedua, benarkah bahwa ziarah kubur Nabi itu diharamkan oleh para ulama?
Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi Milik Ummat Islam
Memang ada beberapa kalangan menjadikan Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi sebagai patokan beragama. Segala sesuatu yang terjadi disana dijadikan dalil terhadap suatu amalan.
Tak heran, apa yang dilarang oleh polisi di depan makam Nabi, dijadikan dalil tentang keharaman ziarah kubur Nabi. Seseorang yang berhasil menjadi pengajar di masjid al-Haram atau masjid Nabawi sekarang ini, dianggap sebagai ulama paling alim, yang paling pantas mengeluarkan fatwa.
Padahal jika menilik sejarah, dua masjid ini sejatinya adalah milik semua ummat Islam dunia. Kedua masjid itu tak hanya milik golongan tertentu saja. Dan bukan milik kerajaan Arab Saudi.
Hingga pada tanggal 23 September 1932 M, Abdul Aziz bin Abdurrahman Alu Saud berhasil menguasai Hijaz. Dia berhasil menyatukan kawasan syibh al-jazirah sehingga memproklamirkan berdirinya kerajaan Arab Saudi, atau disebut al-Mamlakah al-Arabiyyah as-Saudiyyah. Tanggal 23 September ini diperingati tiap tahunnya dengan sebutan al-yaum al-wathani.
Ketika Bani Saud berkuasa di Hijaz, segala peraturan yang ada di dua masjid itu diatur oleh penguasa baru ini. Termasuk siapa saja yang boleh mengajar disana dan siapa yang boleh menjadi Imam shalat. Peraturan-peraturan itu tentu ada plus-minusnya.
Maka, apa yang dilarang di dua masjid ummat Islam sekarang ini, tak mesti berarti representasi dari larangan agama Islam yang disepakati keharamannya. Karena kebetulan sekarang kedua masjid itu sedang dikelola oleh Kerajaan Bani Saud.
Benarkah Ziarah Kubur Nabi Haram?
Kedua, benarkah bahwa ziarah ke kubur Nabi itu haram, termasuk kepada jamaah haji?
Sebelum membahas hukumnya, kita coba pahami perkataan dari para polisi di depan masjid Nabawi ini. Mereka berkata; “Haram, haram, haram!”.
Apakah mereka melarang ziarah ke kubur Nabi, atau melarang berlama-lama berdiri di depan kubur Nabi, karena akan menimbulkan kemacetan?
Jika larangan itu maksudnya adalah larangan ziarah kubur Nabi, dan larangan itu secara resmi ditetapkan pemerintah Arab Saudi sekarang, maka justru hal itu sangat bertentangan dengan pandangan mayoritas ulama, termasuk seluruh ulama madzhab Hanbali.
Abu Ya’la al-Hanbali (w. 458 H): Seharusnya Khadimul Haramain Mengajak Para Jamaah Haji Untuk Ziarah ke Kubur Nabi
Salah seorang ulama berpengaruh madzhab Hanbali abad ke-5; Abu Ya’la al-Farra’ dalam kitabnya al-Ahkam as-Sulthaniyyah menjelaskan bahwa salah satu tugas khalifah adalah menunjuk wali haji/ kementrian bidang haji.
Salah satu tugas dari wali haji itu adalah mengajak para jamaah haji untuk ziarah ke kubur Nabi. Beliau menyebutkan:
Meski ziarah kubur Nabi bukan termasuk fardhu haji, tetapi hal itu termasuk kesunnahan syariat yang disukai, dan termasuk kebiasaan jamaah haji yang bagus. (Abu Ya’la al-Farrra’ al-Hanbali w. 458 H, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, h. 111).
Jika pemerintah Arab Saudi sekarang melarang ziarah kubur Nabi, justru malah bertentangan dengan perintah dari ulama Hanbali terdahulu.
Mayoritas Ulama Salaf Hanbali Menganjurkan Ziarah Kubur Nabi
1. Ibnu Quddamah al-Maqdisi al-Hanbali (w. 620 H)
Ibnu Quddamah al-Maqdisi al-Hanbali (w. 620 H) bisa dikatakan ulama yang representetatif dalam mewakili madzhab Hanbali. Dalam kitabnya al-Mughni beliau menyebutkan:
2. Abdurrahman Bahauddin al-Maqdisi al-Hanbali (w. 624 H)
Ulama madzhab Hanbali yang lain adalah Syeikh Abdurrahman Bahauddin al-Maqdisi al-Hanbali (w. 624 H). Beliau menyebutkan dalam kitabnya al-Umdah:
3. Syamsuddin Abu al-Faraj al-Hanbali (w. 682 H)
Syeikh Syamsuddin Abu al-Farraj al-Hanbali (w. 682 H) juga persis menyebutkan kesunnahan ziarah kubur Nabi. Berikut kutipannya:
4. Ibrahim ibn Muflih al-Hanbali (w. 884 H)
Ibnu Muflih al-Hanbali (w, 884 H) dalam kitabnya al-Mubdi’ menyebutkan:
5. Alauddin al-Mardawi al-Hanbali (w. 885 H)
Al-Mardawi al-Hanbali (w. 885 H) bahkan berani menyimpulkan bahwa semua ulama madzhab Hanbali sepakat bahwa ziarah kubur Nabi itu hukumnya sunnah, baik Hanbali terdahulu maupun belakangan. Beliau menyebutkan:
Imam al-Mardawi (w. 885 H) ini memang terkenal dalam madzhab Hanbali, sebagai ulama yang mengumpulkan semua riwayat dari pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H). Lantas beliau pilih mana yang dianggap kuat dari semua riwayat itu. Beliau kumpulkan dalam kitab al-Inshaf fi Ma’rifat ar-Rajihi min al-Khilaf.
6. Musa bin Ahmad al-Hajawi al-Hanbali (w. 968 H)
Ulama Hanbali lain adalah Musa bin Ahmad al-Hajawi (w. 968 H). Beliau menyebutkan:
7. Ibnu an-Najjar al-Hanbali (w. 972 H)
Ulama Hanbali lainnya yang menyatakan bahwa ziarah kubur Nabi itu hukumnya sunnah adalah Syeikh Ibn an-Najjar al-Hanbali (w. 972 H). Beliau menyatakan:
8. Mar’i bin Yusuf al-Karmi al-Hanbali (w. 1033 H)
Hampir sama yang dinyatakan oleh Syeikh Mar’i bin Yusuf al-Hanbali (w. 1033 H):
9. Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
Manshur bin Yunus al-Buhuti al-Hanbali (w. 1051 H) dalam ketiga kitabnya; ar-Raudh al-Murbi’, Syarh Muntaha al-Iradat dan Kasyaf al-Qina’ menyampaikan kesunnahan ziarah kubur Nabi:
10. Mushtafa bin Saad ar-Rahaibani al-Hanbali (w. 1243 H)
Sampai kepada ulama Hanbali abad ke-13 juga menyampaikan kesunnahan ziarah kubur Nabi. Syeikh Mushtafa bin Saad al-Hanbali (w. 1243 H) menyebutkan:
Ulama Hanbali Sepakat Kesunnahan Ziarah Makam Nabi Setelah Haji
Dari paparan pernyataan berbagai ulama Hanbali diatas, kita dapati kesimpulan awal, hampir semua ulama madzhab Hanbali menyatakan bahwa ziarah makam Nabi dan kedua shahabatnya bukanlah hal yang dilarang, bukan pula perbuatan syirik.
Malah ziarah makam Nabi itu hukumnya sunnah, dan sudah menjadi tugas khadimul haramain / pelayan dua kota suci untuk mengajak jamaah haji berziarah ke kubur Nabi dan dua shahabatnya; Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Apakah dengan begitu, para ulama Hanbali diatas pantas digelari Kuburiyyun? Para penyembah kuburan? Semoga kita tak mudah termakan propaganda dan jargon.
Lantas siapakah ulama Hanbali panutan polisi Arab Saudi, yang melarang-larang ziarah kubur Nabi? Bagiamana dengan pandangan madzhab fiqih lain? Bagaimana pula dalil-dalilnya? Insyaallah pada tulisan berikutnya kita bahas. Wallahua’lam
Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi Milik Ummat Islam
Memang ada beberapa kalangan menjadikan Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi sebagai patokan beragama. Segala sesuatu yang terjadi disana dijadikan dalil terhadap suatu amalan.
Tak heran, apa yang dilarang oleh polisi di depan makam Nabi, dijadikan dalil tentang keharaman ziarah kubur Nabi. Seseorang yang berhasil menjadi pengajar di masjid al-Haram atau masjid Nabawi sekarang ini, dianggap sebagai ulama paling alim, yang paling pantas mengeluarkan fatwa.
Padahal jika menilik sejarah, dua masjid ini sejatinya adalah milik semua ummat Islam dunia. Kedua masjid itu tak hanya milik golongan tertentu saja. Dan bukan milik kerajaan Arab Saudi.
Hingga pada tanggal 23 September 1932 M, Abdul Aziz bin Abdurrahman Alu Saud berhasil menguasai Hijaz. Dia berhasil menyatukan kawasan syibh al-jazirah sehingga memproklamirkan berdirinya kerajaan Arab Saudi, atau disebut al-Mamlakah al-Arabiyyah as-Saudiyyah. Tanggal 23 September ini diperingati tiap tahunnya dengan sebutan al-yaum al-wathani.
Ketika Bani Saud berkuasa di Hijaz, segala peraturan yang ada di dua masjid itu diatur oleh penguasa baru ini. Termasuk siapa saja yang boleh mengajar disana dan siapa yang boleh menjadi Imam shalat. Peraturan-peraturan itu tentu ada plus-minusnya.
Maka, apa yang dilarang di dua masjid ummat Islam sekarang ini, tak mesti berarti representasi dari larangan agama Islam yang disepakati keharamannya. Karena kebetulan sekarang kedua masjid itu sedang dikelola oleh Kerajaan Bani Saud.
Benarkah Ziarah Kubur Nabi Haram?
Kedua, benarkah bahwa ziarah ke kubur Nabi itu haram, termasuk kepada jamaah haji?
Sebelum membahas hukumnya, kita coba pahami perkataan dari para polisi di depan masjid Nabawi ini. Mereka berkata; “Haram, haram, haram!”.
Apakah mereka melarang ziarah ke kubur Nabi, atau melarang berlama-lama berdiri di depan kubur Nabi, karena akan menimbulkan kemacetan?
Jika larangan itu maksudnya adalah larangan ziarah kubur Nabi, dan larangan itu secara resmi ditetapkan pemerintah Arab Saudi sekarang, maka justru hal itu sangat bertentangan dengan pandangan mayoritas ulama, termasuk seluruh ulama madzhab Hanbali.
Abu Ya’la al-Hanbali (w. 458 H): Seharusnya Khadimul Haramain Mengajak Para Jamaah Haji Untuk Ziarah ke Kubur Nabi
Salah seorang ulama berpengaruh madzhab Hanbali abad ke-5; Abu Ya’la al-Farra’ dalam kitabnya al-Ahkam as-Sulthaniyyah menjelaskan bahwa salah satu tugas khalifah adalah menunjuk wali haji/ kementrian bidang haji.
Salah satu tugas dari wali haji itu adalah mengajak para jamaah haji untuk ziarah ke kubur Nabi. Beliau menyebutkan:
فإذا عاد بهم سار على طريق المدينة لزيارة قبر رسول الله - صلى الله عليه وسلم-، رعاية لحرمته، وقياما بحقوق طاعته. وإن لم يكن ذلك من فروض الحج فهو من مندوبات الشرع المستحبة، وعادات الحجيج المستحسنة
Ketika selesai haji, wali haji bertugas mengajak para jamaah haji ke Madinah untuk ziarah kubur Nabi. Hal itu demi menjaga kehormatan Nabi, dan mengamalkan ketaatan kepadanya.Meski ziarah kubur Nabi bukan termasuk fardhu haji, tetapi hal itu termasuk kesunnahan syariat yang disukai, dan termasuk kebiasaan jamaah haji yang bagus. (Abu Ya’la al-Farrra’ al-Hanbali w. 458 H, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, h. 111).
Jika pemerintah Arab Saudi sekarang melarang ziarah kubur Nabi, justru malah bertentangan dengan perintah dari ulama Hanbali terdahulu.
Mayoritas Ulama Salaf Hanbali Menganjurkan Ziarah Kubur Nabi
1. Ibnu Quddamah al-Maqdisi al-Hanbali (w. 620 H)
Ibnu Quddamah al-Maqdisi al-Hanbali (w. 620 H) bisa dikatakan ulama yang representetatif dalam mewakili madzhab Hanbali. Dalam kitabnya al-Mughni beliau menyebutkan:
فصل: ويستحب زيارة قبر النبي - صلى الله عليه وسلم -قال: «ما من أحد يسلم علي عند قبري، إلا رد الله علي روحي، حتى أرد عليه السلام»
Disunnahkan ziarah kubur Nabi Muhammad Shallaallahu alaihi wa sallam. (Ibnu Quddamah al-Hanbali w. 620 H, al-Mughni, h. 3/ 477)2. Abdurrahman Bahauddin al-Maqdisi al-Hanbali (w. 624 H)
Ulama madzhab Hanbali yang lain adalah Syeikh Abdurrahman Bahauddin al-Maqdisi al-Hanbali (w. 624 H). Beliau menyebutkan dalam kitabnya al-Umdah:
ويستحب لمن حج زيارة قبر النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وقبري صاحبيه -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا-
Disunnahkan bagi orang yang berhaji untuk ziarah ke kubur Nabi Muhammad dan dua shahabatnya; Abu Bakar dan Umar bin Khattab (Abdurrahman bin Ibrahim al-Maqdisi al-Hanbali w. 624 H, al-Uddah, h. 231)3. Syamsuddin Abu al-Faraj al-Hanbali (w. 682 H)
Syeikh Syamsuddin Abu al-Farraj al-Hanbali (w. 682 H) juga persis menyebutkan kesunnahan ziarah kubur Nabi. Berikut kutipannya:
مسألة (فإذا فرغ من الحج استحب زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم وقبر صاحبيه رضي الله عنهما) تستحب زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم
Ketika seorang telah selesai ibadah haji, disunnahkan untuk ziarah ke kubur Nabi Muhammad dan dua shahabatnya; Abu Bakar dan Umar (Syamssuddin Abu al-Faraj al-Hanbali w. 682 H, as-Syarh al-Kabir, h. 3/ 494).4. Ibrahim ibn Muflih al-Hanbali (w. 884 H)
Ibnu Muflih al-Hanbali (w, 884 H) dalam kitabnya al-Mubdi’ menyebutkan:
(وإذا فرغ من الحج استحب له زيارة قبر النبي - صلى الله عليه وسلم)
Ketika selesai haji, maka disunnahkan untuk ziarah ke kubur Nabi Muhammad (Ibn Muflih al-Hanbali w. 884 H, al-Mubdi’, h. 3/ 236).5. Alauddin al-Mardawi al-Hanbali (w. 885 H)
Al-Mardawi al-Hanbali (w. 885 H) bahkan berani menyimpulkan bahwa semua ulama madzhab Hanbali sepakat bahwa ziarah kubur Nabi itu hukumnya sunnah, baik Hanbali terdahulu maupun belakangan. Beliau menyebutkan:
فإذا فرغ من الحج: استحب له زيارة قبر النبي - صلى الله عليه وسلم - وقبر صاحبيه هذا المذهب وعليه الأصحاب قاطبة، متقدمهم ومتأخرهم
Setelah selesai haji, maka sunnah hukumnya ziarah kubur Nabi. Ini adalah pendapat madzhab Hanbali dan semua ulama Hanabilah, baik yang terdahulu maupun yang belakangan. (Alauddin al-Mardawi al-Hanbali w. 885 H, al-Inshaf fi Ma’rifat ar-Rajih min al-Khilaf, h. 4/ 53).Imam al-Mardawi (w. 885 H) ini memang terkenal dalam madzhab Hanbali, sebagai ulama yang mengumpulkan semua riwayat dari pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H). Lantas beliau pilih mana yang dianggap kuat dari semua riwayat itu. Beliau kumpulkan dalam kitab al-Inshaf fi Ma’rifat ar-Rajihi min al-Khilaf.
6. Musa bin Ahmad al-Hajawi al-Hanbali (w. 968 H)
Ulama Hanbali lain adalah Musa bin Ahmad al-Hajawi (w. 968 H). Beliau menyebutkan:
فصل إذا فرغ من الحج استحب له زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم وقبري صاحبيه رضي الله عنهما
Setelah selesai melakukan ritual ibadah haji, maka jamaah haji disunnahkan untuk ziarah ke kubur Nabi Muhammad dan kubur dua shahabatnya; Abu Bakar dan Umar. (Musa bin Ahmad al-Hajawi al-Hanbali w. 968 H, al-Iqna, h. 1/ 395, lihat pula: Zad al-Mustaqni’ fi Ikhtishar al-Muqni’, h. 94).7. Ibnu an-Najjar al-Hanbali (w. 972 H)
Ulama Hanbali lainnya yang menyatakan bahwa ziarah kubur Nabi itu hukumnya sunnah adalah Syeikh Ibn an-Najjar al-Hanbali (w. 972 H). Beliau menyatakan:
وسن دخول البيت بلا خف وبلا سلاح وزيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم وقبر صاحبيه رضي الله تعالى عنهما فيسلم عليه
Disunnahkan ziarah kubur Nabi Muhammad dan dua shahabatnya; Abu Bakar dan Umar. Lalu mengucapkan salam kepadanya. (Ibn an-Najjar al-Hanbali w. 972 H, Muntaha al-Iradat, h. 2/ 171)8. Mar’i bin Yusuf al-Karmi al-Hanbali (w. 1033 H)
Hampir sama yang dinyatakan oleh Syeikh Mar’i bin Yusuf al-Hanbali (w. 1033 H):
وسن: زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم وقبري صاحبيه رضوان الله عليهما
Disunnahkan ziarah kubur Nabi Muhammad dan kubur dua shahabatnya (Mar’i bin Yusuf al-Karmi al-Hanbali w. 1033 H, Dalil at-Thalib, h. 110)9. Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
Manshur bin Yunus al-Buhuti al-Hanbali (w. 1051 H) dalam ketiga kitabnya; ar-Raudh al-Murbi’, Syarh Muntaha al-Iradat dan Kasyaf al-Qina’ menyampaikan kesunnahan ziarah kubur Nabi:
ويستحب زيارة قبر النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وقبر صاحبيه - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Disunnahkan ziarah kubur Nabi dan dua shahabatnya. (Manshur bin Yunus al-Buhuti w. 1051 H, ar-Raudh al-Murbi’, h. 283).(و) يستحب له (زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم وقبر صاحبيه رضي الله تعالى عنهما)
Disunnahkan ziarah kubur Nabi dan dua shahabatnya. (Manshur bin Yunus al-Buhuti w. 1051 H, Syarh Muntaha al-Iradat, h. 1/ 593).فصل وإذا فرغ من الحج استحب له زيارة النبي - صلى الله عليه وسلم - وقبري صاحبيه أبي بكر وعمر
Setelah selesai dari haji, maka disunnahkan untuk ziarah Nabi dan kubur kedua shahabatnya; Abu Bakar dan Umar (Manshur bin Yunus al-Buhuti w. 1051 H, Kasyaf al-Qina’, h. 2/ 514).10. Mushtafa bin Saad ar-Rahaibani al-Hanbali (w. 1243 H)
Sampai kepada ulama Hanbali abad ke-13 juga menyampaikan kesunnahan ziarah kubur Nabi. Syeikh Mushtafa bin Saad al-Hanbali (w. 1243 H) menyebutkan:
فصل (وسن زيارة قبر النبي - صلى الله عليه وسلم - وقبري صاحبيه) أبي بكر وعمر
Disunnahkan ziarah kubur Nabi dan dua shahabatnya (Mushtafa bin Saad al-Hanbali w. 1243 H, Mathalib Ulin Nuha, h. 2/ 440)Ulama Hanbali Sepakat Kesunnahan Ziarah Makam Nabi Setelah Haji
Dari paparan pernyataan berbagai ulama Hanbali diatas, kita dapati kesimpulan awal, hampir semua ulama madzhab Hanbali menyatakan bahwa ziarah makam Nabi dan kedua shahabatnya bukanlah hal yang dilarang, bukan pula perbuatan syirik.
Malah ziarah makam Nabi itu hukumnya sunnah, dan sudah menjadi tugas khadimul haramain / pelayan dua kota suci untuk mengajak jamaah haji berziarah ke kubur Nabi dan dua shahabatnya; Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Apakah dengan begitu, para ulama Hanbali diatas pantas digelari Kuburiyyun? Para penyembah kuburan? Semoga kita tak mudah termakan propaganda dan jargon.
Lantas siapakah ulama Hanbali panutan polisi Arab Saudi, yang melarang-larang ziarah kubur Nabi? Bagiamana dengan pandangan madzhab fiqih lain? Bagaimana pula dalil-dalilnya? Insyaallah pada tulisan berikutnya kita bahas. Wallahua’lam
Related Posts:
Fiqih
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: