Ad 468 X 60

.

Sunday, May 27, 2018

Widgets

Catatan Bedah Buku: Menghadapi “Bungkaman” Tarawih NU

Buku yang ditulis oleh Ust Abd Wahid, alumni Sidogiri yang kini aktif di Majlis Tarjih Muhammadiyah Kota Malang ini, saya awali dengan sebuah husnudzan bahwa dari sisi judulnya, “Membungkam Perdebatan Seputar Tarawih” (diberi gambar lambang NU dan Muhammadiyah) adalah untuk menghentikan perdebatan klasik tiap menjelang Ramadlan. Penulis berhasil menghadirkan data-data para ulama Salaf begitu lengkap, detail perinciannya dan kesimpulan yang lebih banyak obyektif.
Namun sedikit disayangkan, dari pisau analisanya yang terlalu tajam itu masih menyisakan beberapa sayatan untuk ormas berlambang Bumi dan Bintang 9 itu. Di lembaran inilah saya berharap bisa menyembuhkan sayatan di atas demi kesempurnaan buku tersebut.


1. "Fikih Tarawih Indonesia” (hal. 27)

Membaca shalawat di antara bilangan rakaat salat Tarawih bukan saja menjadi kebiasaan bagi umat Islam di Nusantara, tetapi juga dilakukan oleh sebagian umat Islam dari Yaman, dimana ada banyak ulama Yaman yang berdakwah ke Nusantara ini. Hal ini dibuktikan dengan fatwa ulama Yaman, yaitu Syaikh Ibnu Ziyad (975 H), beliau berkata:

لَمْ يُصَرِّحْ اَحَدٌ مِنَ اْلاَصْحَابِ بِاسْتِحْبَابِ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِي بَيْنَ تَسْلِيْمَاتِ التَّرَاوِيْحِ لَكِنِ الَّذِي يُفْهَمُ مِنْ عُمُوْمِ كَلاَمِهِمْ اَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الدُّعَاءُ عَقِبَ كُلِّ صَلاَةٍ وَالْمُرَادُ عَقِبَ التَّسْلِيْمِ وَقَدْ صَرَّحُوْا بِاَنَّهُ يُسْتَحَبُّ افْتِتَاحُ الدُّعَاءِ وَخَتْمُهُ بِالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِي وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ. فَاسْتِحْبَابُ الصَّلاَةِ حِيْنَئِذٍ مِنْ هَذِهِ الْحَيْثِيَّةِ (غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد بهامش بغية المسترشدين 94)

"Tidak ada ulama Syafiiyah yang menjelaskan anjuran membaca shalawat kepada Nabi Saw diantara sela-sela salam salat Tarawih. Namun yang dapat dipahami dari para ulama Syafiiyah adalah anjuran membaca doa setelah selesai salat. Para ulama juga menganjurkan mengawali doa dan mengakhirinya dengan bacaan shalawat kepada Rasulullah Saw, keluarga dan para sahabatnya. Dengan demikian, anjuran membaca shalawat dalam Tarawih adalah dengan melihat faktor tersebut" (Talkhish al-Fatawa Ibnu Ziyad 94)

Lebih awal lagi Syekh Al-Kasani (w. 587 H) dari Madzhab Hanafi berkata:

وَمِنْهَا أَنَّ الْإِمَامَ كُلَّمَا صَلَّى تَرْوِيحَةً قَعَدَ بَيْنَ التَّرْوِيحَتَيْنِ قَدْرَ تَرْوِيحَةٍ يُسَبِّحُ ، وَيُهَلِّلُ وَيُكَبِّرُ ، وَيُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَدْعُو

“Diantaranya bahwa setiap shalat 1 tarawih maka duduk diantara 2 Tarawih. Seukuran Tarawih (istirahat) ia membaca tasbih, tahlil, takbir dan shalawat kepada Nabi shalla Allahu alaihi wa sallama dan berdoa” (Badai’ 3/157)

2. "Bidah Dzikir Di Sela Tarawih” (hal. 53)

Di akhir kesimpulan penulis lebih condong menghukumi bidah dengan mengutip dari kitab Al-Madkhal karya Ibnu Al-Haj. Benarkah bidah? Mari simak hadis berikut: “Ada seorang sahabat yang melakukan salat Jumat kemudian dilanjutkan dengan salat berikutnya, sahabat yang lain berkata:

أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ.

“Rasulullah memerintahkan kepada kami agar salat tidak disambung dengan salat berikutnya, hingga kami berbicara atau keluar dari tempat semula” (HR Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)

وَالْعِلَّة فِي ذَلِكَ تَكْثِير مَوَاضِع الْعِبَادَة كَمَا قَالَ الْبُخَارِيّ وَالْبَغَوِيّ لِأَنَّ مَوَاضِع السُّجُود تَشْهَد لَهُ كَمَا فِي قَوْله تَعَالَى : { يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا } أَيْ تُخْبِر بِمَا عُمِلَ عَلَيْهَا

“Alasannya adalah untuk memperbanyak tempat ibadah, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Bukhari dan al-Baghawi. Sebab tempat-tempat sujud akan menjadi saksi baginya, seperti dalam firman Allah yang artinya: “Pada hari ini bumi menceritakan kabar yang diperbuat di atasnya” (Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, 2/134)

Dari sini ulama Syafiiyah yang diwakili Syekh Zainuddin Al-Malibar misalnya ditegaskan:

ويندب أن ينتقل لفرض أو نفل من موضع صلاته ليشهد له الموضع حيث لم تعارضه فضيلة، نحو صف أول، فإن لم ينتقل فصل بكلام إنسان (فتح المعين - ج 1 / ص 219)

Dianjurkan untuk berpindah saat akan melakukan salat wajib atau salat sunah dari tempatnya semua, agar tempat tersebut menjadi saksi baginya, selama tidak menabrak keutamaan tertentu misalnya shaf pertama. Jika tidak berpindah maka dipisah dengan perkataan manusia (Fath Al-Muin 1/219)

3. "Nida’ Shalat Sunah" (hal. 43)

Untuk masalah nida’ (panggilan memberi tahu jamaah bahwa shalat sunah segera dilaksanakan) dalam madzhab Syafiiyah begitu longgar, meski hadisnya berbunyi satu redaksi “Ash-Shalatu Jami’ah” namun redaksi lain tetap diperbolehkan. Hal semacam ini dapat kita jumpai pada nida’ shalat jenazah di Makkah atau Madinah, misalnya: “Shallu ala al-Amwati yarhamukumullah...”

قوله: (وتراويح) ويقوم مقام النداء المذكور قولهم في التراويح صلاة القيام أثابكم الله (حواشي الشرواني - ج 1 / ص 462)
قَوْلُهُ : ( الصَّلَاةُ جَامِعَةً ) وَمِثْلُهُ هَلُمُّوا إلَى الصَّلَاةِ أَوْ إلَى الْفَلَاحِ ، أَوْ الصَّلَاةُ يَرْحَمُكُمْ اللَّهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ . (حاشيتا قليوبي - وعميرة - ج 2 / ص 130)

4. "Hadis Aisyah Yang Tidak Ditulis Lengkap"

Bagi yang mengamalkan Tarawih 8+3 dalil yang paling sahih mengambil dari Sayidah Aisyah. Hanya sayangnya di bagian akhir redaksi hadis jarang ditulis lengkap. Mari diperhatikan dengan seksama:

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - مَا كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً, يُصَلِّي أَرْبَعًا, فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا, فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. قَالَتْ عَائِشَةُ, فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ? قَالَ: "يَا عَائِشَةُ, إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي". - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah menambah dalam sholat malam Ramadhan atau lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat tiga rakaat. ‘Aisyah berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum sholat witir? Beliau menjawab: “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur namun hatiku tidak.” Muttafaq Alaihi.

Di bagian akhir hadis ini secara tertulis berbunyi tentang shalat Witir bukan Tarawih.

5. "8 Rakaat Menurut Syafiiyah"


Di dalam Madzhab Syafiiyah dan mayoritas ulama memilih Tarawih berjumlah 20 rakaat. Namun bukan berarti tidak boleh melakukan sebagian, seperti yang disampaikan dalam Hasyiah kitab Tuhfah berikut:

قوله: (وكذا من أتى ببعض التراويح) أي كالاقتصار على الثمانية فيثاب عليها ثواب كونها من التراويح وإن قصد ابتداء الاقتصار عليها كما هو المعتاد في بعض الاقطار.

Demikian halnya orang yang melakukan sebagian Tarawih. Seperti melakukan 8 rakaat. Maka diberi pahala sebagai Tarawih meski sejak awal berniat melakukan 8 rakaat, seperti yang terjadi di beberapa negara (Hawasyai Asy-Syarwani 2/225)

5. "Kreasi dan Inisiasi”


Dua kalimat ini banyak dijumpai dalam bahasa tulisan Ust A Wahid sebagai gambaran bidah. Misalnya tentang Nida’ diatas, bacaan shalawat dan taradldli untuk para Sahabat Nabi dan sebagainya. Sayangnya beliau hanya mengarahkan dua kalimat itu kepada pengikut NU (karena dari cover buku memang membandingkan dengan NU dan Muhammadiyah). Akan tetapi bentuk kreasi dan inisiasi semacam ini tidak hanya dikeluarkan oleh ulama yang diikuti oleh NU, dari ulama Salafi pun juga ada yang memperbolehkan.
Yaitu ketika Syekh Bin Baz ditanya tentang tata cara Salat Tarawih mengkhatamkan Al-Quran selama sebulan, padahal tidak ada perintah, tidak ada contoh dari Nabi maupun Sahabat, ternyata Syekh Bin Baz mengatakan sebagai sesuatu yang baik, bahkan diqiyaskan dengan ibadah baca Quran diluar shalat dari Sahabat Anas:

هذا عمل حسن فيقرأ الإمام كل ليلة جزءا أو أقل ... وهكذا دعاء الختم فعله الكثير من السلف الصالح ، وثبت عن أنس - رضي الله عنه - خادم النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه فعله ، وفي ذلك خير كثير والمشروع للجماعة أن يؤمنوا على دعاء الإمام رجاء أن يتقبل الله منهم (مجموع فتاوى ابن باز - ج 11 / ص 388)

“Khataman Quran saat Tarawih ini adalah AMAL YANG BAGUS... Juga membaca doa khatam sudah diamalkan oleh banyak ulama Salaf, Anas bin Malik. Bagi makmum dianjurkan membaca Amin” (Majmu’ Fatawa Bin Baz 11/388)
 
Sumber :  NU Sumur

SHARE THIS POST   

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati

0 komentar: