Saturday, January 26, 2019
Berwudhu dengan Air Satu Gayung, Bolehkah? (I)
Ilustrasi (Getty) |
Ada polemik di masyarakat tentang orang yang berwudhu dari air satu
gayung saja. Lumrahnya, masyarakat Indonesia yang notabene berlimpah
air berwudhu dengan jumlah air yang lebih dari itu. Kali ini kita akan
membahas perihal ini dari perspektif fiqih perbandingan secara ringkas.
Ada
dua hal pokok yang perlu diurai dalam masalah ini, yakni masalah jumlah
airnya dan masalah tata cara berwudhunya. Mengenai jumlah air wudhu dan
mandi besar, Imam Nawawi menukil kesepakatan ulama sebagai berikut:
أجمع
المسلمون على أن الماء الذي يجزئ في الوضوء والغسل غير مقدر بل يكفي فيه
القليل والكثير إذا وجد شرط الغسل وهو جريان الماء على الأعضاء
“Para
Ulama Muslimun sepakat bahwa air yang dianggap mencukupi dalam wudhu
dan mandi tidaklah ditentukan, tetapi dianggap cukup air sedikit atau
banyak ketika sudah memenuhi syarat mandi [dan wudhu], yaitu mengalirkan
air ke anggota tubuh.” (an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, juz IV,
halaman 2).
Jadi, jumlah batas keabsahan air
sebenarnya tidak ditentukan. Selama mencukupi untuk menunaikan rukun
wudhu maka tak masalah. Tetapi para ulama seluruhnya juga sepakat bahwa
jumlah air wudhu tidak boleh berlebihan. Imam Nawawi juga menukil
kesepakatan ini dalam kitabnya yang lain sebagai berikut:
اتفق أصحابنا وغيرهم على ذم الإسراف في الماء في الوضوء والغسل
“Para
sahabat kami (Syafi’iyah) dan selain mereka sepakat untuk mencela
praktek berlebihan dalam menggunakan air, dalam wudhu dan mandi”.
(an-Nawawi, al-Majmû’, juz II, halaman 190)
Setelah
sepakat bahwa berlebihan adalah tercela, maka pertanyaannya berapakah
ukuran berlebihan ini? Ukuran tidak berlebihan ini harus dikembalikan
pada kebiasaan Rasulullah ﷺ, bukan kepada selera masing-masing orang
sebab akan berbeda-beda. Dalam hal ini diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ
berwudhu dengan jumlah air seperti berikut:
كَانَ النَّبِىُّ ﷺ يَغْسِلُ أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
“Nabi Muhammad ﷺ mandi besar dengan air satu sha’ hingga empat mud dan berwudhu dengan air satu mud.” (HR. Bukhari)
Jumlah
satu mud air adalah sejumlah air yang diambil dengan dua telapak tangan
orang dewasa ketika disatukan. Telapak tangan yang menjadi patokan
adalah telapak tangan standar orang Arab, sedikit lebih lebar dari
telapak tangan orang Indonesia. Dalam kitab Fath al-Qadîr Fî ‘ajâ’ib al-Maqâdîr karya Kyai Maksum bin Ali disebutkan bahwa satu mud air adalah setara dengan 786 gram. Adapun menurut kitab al-Fiqh al-Islâmiy Wa’adillatuh karya Dr. Wahbah az-Zuhaily disebutkan bahwa satu mud setara
675 gram (Juz I, halaman 533). Sedikit perbedaan jumlah ini bisa
dibilang wajar mengingat ukuran sebenarnya adalah telapak tangan.
Sedangkan satu sha’ adalah empat mud, inilah yang menjadi jumlah air
yang dipakai Rasulullah ﷺ untuk mandi besar.
Jumlah
yang sangat sedikit inilah yang menjadi patokan standar untuk berwudhu
sehingga berwudhu dengan air yang jauh lebih banyak dapat dianggap
berlebihan. Menjaga agar tidak berlebihan memakai air ini tetap harus
diperhatikan meskipun berwudhu dari air laut sekalipun, seperti
perkataan Syaikh Ibnu Ruslan dalam kitab Zubad-nya:
مَكْرُوهُهُ فِي الْمَاءِ حَيْثُ أَسْرَفَا # وَلَوْ مِنْ الْبَحْرِ الْكَبِيرِ اغْتَرَفَا
“Makruhnya air wudhu adalah sekiranya berlebih, meskipun ia mengambil dari lautan besar.” (Nadham Zubad Ibnu Ruslân)
Dengan
demikian, tentang ukuran berwudhu dengan air satu gayung tidak
bermasalah. Bahkan jumlah ini tergolong baik sebab lebih dekat pada
aturan sunnah. Satu mud sendiri sebagaimana dicontohkan Rasulullah ﷺ
tidak sampai satu gayung dalam ukuran gayung standar yang tak terlalu
kecil.
Perlu dicatat di sini bahwa jumlah yang
terlalu sedikit juga makruh sebab mengkhawatirkan airnya tidak merata.
Para ulama fiqih menyebut contoh yang terlalu sedikit itu misalnya
dengan taqtîr atau meneteskan-neteskan air pada anggota wudhu. (lihat
misalnya: al-Bujairami, Hasyiyat al-Bujairamî ‘ala al-Khathîb,
Juz I, halaman 175). Meskipun sebelumnya dinukil adanya kesepakatan
ulama bahwa jumlah air wudhu tidak ditentukan, hanya saja dalam menurut
satu riwayat dari Imam Abu Hanifah, jumlah satu mud adalah batas minimal
berwudhu sehingga tidak boleh kurang dari itu (Muhammad Na’im, Mausû’ah Masâ’il al-Jumhûr Fi al-Fiqh al-Islâmî, juz I, halaman 89).
Setelah
masalah jumlah air ini selesai, maka masalah kedua yakni tatacara dalam
berwudhu dengan air sedikit tersebut. Dalam hal ini ada tatacara yang
disepakati seluruh ulama dan ada pula yang diperselisihkan. Titik
perdebatannya ada dalam masalah air musta’mal atau air sisa. Periciannya
akan kita bahas pada tulisan berikutnya.
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Pengurus Lembaga Bahtsul Masa’il PWNU Jawa Timur
Bersambung…
Sumber : www.Nu.or.id
Related Posts:
Kajian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: