Saturday, January 26, 2019
Cara Menyucikan Pakaian Najis lewat Mesin Cuci
Ketentuan yang masyhur dalam mazhab Syafi’i tentang air yang terkena najis adalah: jika volume air sudah sampai dua qullah (216
liter atau kubus dengan panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 60 cm)
maka air tidak dihukumi najis kecuali warna air berubah (taghayyur); sedangkan jika volume air tidak sampai dua qullah maka seluruh air secara langsung menjadi najis ketika bersentuhan dengan benda yang najis.
Namun
menurut pendapat lain—seperti dalam mazhab Maliki misalnya—air tidak
dihukumi najis kecuali dengan berubahnya warna air, baik volume air
sampai dua qullah ataupun kurang dari dua qullah.
Sedangkan cara menyucikan benda yang terkena najis (mutanajjis) dengan air yang kurang dari dua qullah adalah dengan cara menghilangkan wujud najis yang ada dalam benda tersebut terlebih dahulu, lalu mengalirkan air (warid)
pada benda yang terkena najis yang telah dihilangkan najisnya.
Mengalirkan air pada benda yang terkena najis merupakan syarat agar
suatu benda dapat menjadi suci, sebab jika air tidak dialirkan, tapi
benda yang terkena najis ditaruh pada air yang kurang dari dua qullah, maka air tersebut justru akan ikut menjadi najis.
Pendapat
demikian merupakan pendapat mayoritas ulama Syaf’iyyah. Kewajiban
mengalirkan air itu dikarenakan mengalirkan air adalah cara yang paling
kuat dalam menyucikan benda yang terkena najis.
Namun
dalam hal ini, Imam al-Ghazali berbeda pandangan. Beliau berpendapat
bahwa mengalirkan air bukanlah syarat dalam menyucikan benda yang
terkena najis. Sebab, menurut beliau, tidak ada bedanya antara
mengalirkan air pada benda yang terkena najis (warid) dan menaruh benda tersebut pada air (maurud). Pendapat ini juga didukung oleh Ibnu Suraij.
Ketika
ketentuan-ketentuan di atas kita terapkan dalam konteks menyucikan
pakaian yang terkena najis dalam mesin cuci, maka cara yang paling baik
dan disepakati oleh para ulama adalah dengan cara menghilangkan wujud
najis (‘ain an-najasah)
terlebih dahulu sebelum memasukkan pakaian ke dalam mesin. Menghilangkan
najis ini bisa dengan cara menggosok-gosok pakaian agar wujud najis
hilang, atau langsung dengan cara menyiram pakaian (baik itu secara
manual, atau langsung dengan cara dimasukkan pada mesin cuci) ketika
memang diyakini najis yang melekat akan hilang dengan siraman air
tersebut. Sehingga ketika wujud najis telah hilang, maka status pakaian
menjadi najis hukmiyyah (najis secara hukum, meski wujud tak terlihat) yang dapat suci cukup dengan disiram air.
Berbeda
halnya pada pakaian yang tidak terdapat bekas najis, atau tidak tampak
warna, bau dan ciri khas lain dari najis, maka tidak perlu dilakukan hal
di atas, sebab pakaian tersebut sudah dapat suci cukup dengan disiram.
Lalu
ketika wujud najis sudah hilang dalam pakaian, maka pakaian sudah dapat
dimasukkan dalam mesin cuci untuk disiram. Dalam hal ini, mesin cuci
terdapat dua jenis. Pertama,
mesin cuci otomatis, yaitu mesin cuci yang mengalirkan air dari atas
dan air tersebut langsung dialirkan keluar, setelah itu dialirkan
kembali air baru dan dialirkan keluar, demikian secara terus-menerus
sesuai kehendak pemakai mesin cuci. Maka dalam jenis mesin cuci
demikian, ulama sepakat bahwa pakaian yang dicuci dengan mesin cuci
jenis ini dapat dihukumi suci.
Sedangkan jenis kedua, yaitu mesin cuci biasa (‘adi).
Mesin cuci jenis ini adalah yang umum terlaku dan digunakan masyarakat.
Yaitu mesin cuci yang mengalirkan air ke dalam tempat penampungan
pakaian, namun air tidak langsung dikeluarkan, tapi dibiarkan ke dalam
tempat penampungan pakaian, yang di dalamnya bercampur pakaian suci dan
najis. Setelah jeda waktu cukup lama, air tersebut dikeluarkan dan
diganti dengan air baru yang juga mengalami proses yang sama dengan cara
kerja air yang awal.
Maka dalam mesin cuci
jenis kedua ini, pakaian yang terkena najis tidak dapat dihukumi suci
menurut pandangan mayoritas ulama, bahkan pakaian yang suci ikut menjadi
najis, jika memang masih terdapat wujud najis pada salah satu pakaian
yang ada dalam mesin cuci tersebut.
Sedangkan
bila mengikuti pandangan dari Al-Ghazali, Ibnu Suraij, serta pendapat
mazhab Maliki di atas, maka air yang dicuci dengan mesin cuci jenis
kedua (apalagi jenis pertama) dapat dihukumi suci. Hal ini seperti yang
dijelaskan dalam kitab Syarah al-Yaqut an-Nafis:
والغسالات
نوعان: نوع يسمونه أوتوماتيكي يرد إليها الماء ثم ينصرف فيرد ماء جديد ثم
يتكرر إيراد الماء عدة مرات فهذا لاخلاف فيه في طهارة الملابس. والنوع
الثاني من الغسالات عادي وتلك يوضع الماء فيها وهو دون القلتين وتغسل به
الملابس الطاهرة والنجسة ثم يصرفونه فيبقى شيء منه في الغسالة والثياب
مبللة منه فيصبّون عليه ماء آخر فوق الباقي المتنجس ثم يكتفون بالغسلتين
“Mesin
cuci terbagi menjadi dua. Pertama, mesin cuci yang otomatis, yaitu air
dialirkan pada mesin cuci lalu di alirkan keluar dari mesin cuci,
setelah itu dialirkan kembali air baru dan dialirkan keluar, begitu juga
seterusnya. Maka dalam mesin cuci jenis demikian tidak ada perbedaan
pendapat antar ulama dalam sucinya pakaian yang di cuci pada mesin cuci
jenis ini.
Kedua, mesin cuci biasa, yaitu air yang kurang dari dua qullah
ditaruh di dalam mesin cuci, yang nantinya air tersebut digunakan untuk
membasuh pakaian yang suci dan najis, lalu air tersebut dialirkan
keluar, meski masih terdapat sebagian air yang menetap pada mesin cuci,
sedangkan pakaian yang terdapat dalam cucian berada dalam keadaan basah,
kemudian dialirkan air lain di atas sisa air yang terkena najis (di
pakaian) tadi dan basuhan air dalam mesin cuci ini dicukupkan dengan dua
kali basuhan oleh sebagian ulama.”
فهؤلاء
يحملهم قول الذين لايشترطون ورودالماء مع القول في مذهب مالك. وهناك قول
آخر نقله ابن حجر في التحفة يحملهم وإن قرر على أن الماء القليل ينجس بمجرد
وقوع النجاسة فيه لكن نقل القول الآخر وهو أنه لاينجس إلا بالتغير وهو
مذهب مالك وعندنا أنه ينجس بملاقته النجاسة والقول الذي يقول لاينجس الماء
إلا بالتغير
“Para
ulama ini mengarahkan kasus demikian pada pendapat para ulama yang
tidak mensyaratkan mengalirnya air pada pakaian serta berpijak pada
pendapat mazhab imam malik. Sebab dalam permasalahan membasuh benda yang
terkena najis ini terdapat pendapat lain yang dinukil oleh Imam Ibnu
Hajar dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, meskipun Imam Ibnu Hajar menetapkan bahwa air yang sedikit (kurang dari dua qullah)
akan menjadi najis dengan hanya jatuhnya najis pada air tersebut,
tetapi ia menukil pendapat lain yaitu Air tidak menjadi najis kecuali
dengan berubahnya (warna) air.” (Muhammad bin Ahmad Asy-Syatiri, Syarah al-Yaqut an-Nafis, Hal. 98-99)
Namun
patut dipahami bahwa ketentuan yang dijelaskan tentang menyucikan
pakaian yang terkena najis dalam mesin cuci, seperti yang dijelaskan di
muka, adalah ketika pakaian yang dimasukkan dalam mesin cuci belum
dicampuri dengan detergen. Sedangkan ketika pakaian sudah dicampuri
dengan detergen sebelum dialiri air dalam mesin cuci, maka air yang
bercampur dengan detergen ini tidak dapat menyucikan pakaian yang
terkena najis secara mutlak, sebab air ini tergolong air yang mukhalith
(bercampur dengan sesuatu lain) yang tidak dapat menyucikan benda yang
terkena najis, sebab hanya air murni (ma’ al-muthlaq) yang dapat menyucikan sesuatu yang terkena najis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menyucikan pakaian yang terkena najis dalam mesin cuci biasa (‘adi) adalah hal yang dapat dilakukan menurut para ulama yang berpandangan bahwa air yang kurang dari dua qullah dapat menyucikan benda yang najis tanpa perlu dialiri air dari atas (warid).
Namun dengan batasan selama pakaian dalam mesin cuci tidak terlebih
dahulu dicampur dengan detergen. Barulah setelah pakaian dialiri air
maka tempat penampungan pakaian dalam mesin cuci diganti air yang baru
dan diberi detergen.
Meski cara yang umum
dilakukan masyarakat dapat dibenarkan dengan cara di atas, namun
alangkah baiknya dalam rangka mengambil jalan kehati-hatian dalam
mengamalkan syariat, seseorang hendaknya membasuh secara manual terlebih
dahulu pada pakaian yang terkena najis dengan air murni, lalu setelah
itu pakaian yang telah dibasuh dicuci dalam mesin cuci, sebab cara
demikianlah yang dibenarkan oleh mayoritas ulama. Wallahu a’lam.
Sumber : www.Nu.or.id
Related Posts:
Kajian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: